BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad 21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi yang berorientasi pada kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan demikian tuntutan terhadap kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku dalam pembangunan sangat diperlukan. Kondisi tersebut berimplikasi pada terjadinya perubahan yang sangat cepat dan penuh ketidakpastian serta pada tuntutan pembaharuan di segala bidang, tak terkecuali bidang pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Keperawatan.
Tuntutan globalisasi yang dimaksud tidak lain adalah kompetisi kualitas dalam memenuhi standar global, yang memerlukan kelenturan dan penyesuaian secara terus menerus yang ditunjang adanya terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) atau paradigma baru guna memperoleh output pendidikan yang bermutu dan siap bersaing. Oleh karena itu dapat dipahami pernyataan Nakajima (WHO, 1993): “We cannot continue what we have always done. Tomorrow cannot be just more of yesterday”.
Lembaga Pendidikan Keperawatan sebagai pendidikan kedinasan Departemen Kesehatan merupakan wahana yang strategis mempersiapkan SDM Keperawatan, maka harus dapat survive menghadapi berbagai bentuk persaingan. Pengelolaannya pun harus berlandaskan pada paradigma baru agar lembaga tersebut tetap memegang peran dan fungsinya sebagai ujung tombak pengembangan dan pemanfatan ilmu dan pengetahuan serta mampu memenuhi jaminan mutu lulusan yang dapat memenangkan persaingan global (Azsrul Awar, 1995: 8).
Persoalan yang mendasar adalah bagaimana mengelola institusi pendidikan Keperawatan agar dapat mencapai efektivitas yang layak dalam upayanya mencapai tujuan pendidikan, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta tetap survive dalam mengadaptasikan diri terhadap tuntutan internal maupun eksternal. Sementara dalam suatu fenomena yang lain, permasalahan yang muncul kepermukaan sekarang adalah issu tentang rendahnya mutu pendidikan dalam berbagai jenjang di Indonesia.
Sebagaimana didapatkan pada hasil survei yang dilakukan Wahyu dan Suganda (1999) terhadap mahasiswa tingkat akhir PTN dan PTS menunjukkan bahwa 36% menyatakan siap pakai, 50% tidak siap pakai dan 15% abstain. Hasil survei ini merupakan salah satu indikator tentang rendahnya kualitas pendidikan sehingga para lulusan sebagaian belum memadai untuk langsung mengemban tugas yang diberikan.
Tampubolon (2001:7-8) menyatakan bahwa secara kelembagaan tingkat Asia Pasifik, hanya ITB yang masuk peringkat 19 dari 50 perguruan tinggi pada tahun 1997, peringkat 15 dari 104 perguruan tinggi pada tahun 1999. Sedangkan untuk tingkat Indonesia, hanya 5 (lima) perguruan tinggi yang memiliki predikat “excellence”, yaitu: ITB, UI, IPB, UGM dan UNAIR.
Gambaran tentang rendahnya sistem pendidikan di Indonesia sebagaimana diuraikan diatas, mengisyaratkan bahwa masih lemahnya aspek manajemen pendidikan di Indonesia. Meskipun tidak mudah untuk menggeneralisasikan lemahnya manajemen pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan, namun demikian tidaklah berlebihan untuk menduga bahwa gambaran yang sama akan dijumpai pada lembaga pendidikan Keperawatan di lingkungan Depkes, khususnya milik swasta dan TNI.
Dari kompleksnya permasalahan pendidikan Keperawatan, baik yang menyangkut tentang pemerataan, relevansi, produktivitas, efektivitas dan efisiensi serta mutu pendidikan, pada hakekatnya keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh kinerja para pelaku pendidikan, khususnya dosen selaku ujung tombak pengelola pendidikan dan pengajaran. Dosen merupakan jabatan fungsional yang harus berlandaskan pada kompetensi professional dalam menjalankan kewenangan keprofesiannya. Dengan kompetensi profesioanal yang dimiliki oleh dosen dan didukung oleh iklim organisasi yang kondusif, diharapkan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga menghasilkan kinerja yang baik pula. Kinerja dosen dalam suatu institusi pendidikan merupakan faktor yang menarik untuk diteliti karena tiga alasan :
Pertama, dosen merupakan ujung tombak bagi keberhasilam proses belajar mengajar, tanpa dosen yang berkualitas dan rela berkorban, mustahil suatu proses belajar mengajar dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Kedua, dosen tidak hanya berperan dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik tetapi memberikan tauladan sikap, ucapan dan perilaku. Ketiga, kualitas kinerja dosen bukanlah suatu yang final dan tidak dapat diperbaiki karena sebagai manusia, dosen selalu tumbuh dan berubah. Oleh karena itu, dosen dapat memperbaiki atau diperbaiki kinerjanya sesuai dengan harapannya sendiri atau institusi.
Alasan tersebut tentunya dapat memberikan harapan dan optimisme baru kepada siapapun yang menaruh perhatian serius kepada dunia pendidikan termasuk pendidikan keperawatan, terutam tentang peningkatan kualitas kinerja dosen, baik dalam hal penguasaan materi, metode mengajar, kemampuan komunikasi atau kemampuan teknis lainnya sehingga proses belajar mengajar menjadi berkualitas dan memuaskan.
Dalam proses pendidikan termasuk pendidikan keperawatan, dosen merupakan salah satu komponen yang penting. Bila menyamakan fungsi dan peran dosen dengan guru disekolah, maka dalam hal ini dapat dikutipkan pendapat yang dikemukakan oleh Uzer Usman (2002 : 7) bahwa “tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pada siswa. Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru merupakan pemegang peran utama, karena secara teknis dapat menterjemahkan proses perbaikan dalam sistem pendidikan di dalam satu kegiatan di kelasnya. Guru bertugas mengalihkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta didik agar mampu menyerap, menilai dan mengembangkan ilmunya secara mandiri (Idris dan Jamal, 1992 : 26).
Dengan demikian, setiap peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif harus menempatkan dosen/guru pada titik sentral, karena peranannya sangat strategis dan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dosen yang mempunyai kualitas keguruan yang cukup memadai menurut Muhibbin Syah(1999 : 229) adalah “dosen/guru yang berkompetensi atau yang berkemampuan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak“. Disisi lain, Megarry & Dean (1999 : 12-24), mengemukakan bahwa “guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas fungsionalnya, karena pendidikan masa datang menuntut ketrampilan profesi pendidikan yang berkualitas tinggi”.
Sedangkan Supriadi (dalam Ani. M Hasan, 2003 : 5), menjelaskan bahwa dosen/guru yang professional harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (1) mempunyai komitmen terhadap siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Kinerja staf termasuk dosen dalam suatu lembaga, menurut pandangan teori perilaku organisasi ditentukan oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja dosen ialah kompetensi professional dan motivasinya, sedangkan faktor eksternal ialah iklim organisasi.
Sedangkan dari sudut pandang organisasi, dengan meminjam konsep yang dikemukakan oleh Gibson, et.al. (1985:51-53), ada tiga kelompok variabel sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan potensi individu, yaitu : Pertama,
Variabel Individu, yang meliputi : (a) kemampuan/ketrampilan (fisik), (b) latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman) dan (d) demografi (umur, asal- usul dan jenis kelamin). Kedua, Variabel Organisasi, meliputi : (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, (e) desain pekerjaan. Ketiga, Variabel Individu (psyikologis), meliputi : (a) mental/intelektual, (b) persepsi, (c) sikap, (d) kepribadian, (e) belajar, (f) motivasi.
Dari uraian diatas, jelas bahwa studi tentang pengaruh kompetensi professional dosen dan iklim organisasi terhadap kinerja dosen perlu dilakukan, termasuk dalam pendidikan keperawatan.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar