BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sumber daya manusia merupakan kunci utama bagi suksesnya pembangunan bangsa. Untuk itu upaya pengembangan sumber daya manusia hendaknya merupakan suatu proses sepanjang hayat serta dilakukan secara serius komprehensif yang meliputi pengembangan berbagai aspek dan dimensi pengembangan manusia, terutama dilakukan melalui pendidikan.
Dalam kaitannya dengan penyiapan sumber daya manusia atau generasi unggul, pendidikan anak usia dini memegang posisi yang sangat fundamental. Fundamental dalam arti bahwa pengalaman pendidikan dini dapat memberikan pengaruh yang “membekas” sehingga melandasi pendidikan dan perkembangan anak selanjutnya (Ishak Abdulhak, 2003:20).
Disyahkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada tanggal 8 Juli 2003 merupakan bukti komitmen bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun meskipun bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Bab I pasal 1 ayat 14 dijelaskan sebagai berikut :
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kepastian membawa konsekuensi logis bagi pemerintah untuk menjalankan amanat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, sehingga pada bulan yang sama, bertepatan dengan puncak acara Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli Tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Pendidikan Anak Usia Dini dilaksanakan di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak. Fasli Jalal (2003:3) menegaskan amanat UU Sisdiknas dan pendidikan anak usia dini tersebut, hendaknya menjadi sumber semangat bagi seluruh proponen pendidikan anak usia dini untuk memberikan kesempatan pada pemenuhan hak-hak anak, khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Tujuan utama pendidikan anak usia dini adalah memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak sedini mungkin yang meliputi aspek-aspek fisik, psikis dan sosial secara menyeluruh, yang merupakan hak anak. Dengan perkembangan itu, maka anak diharapkan lebih siap untuk belajar sosial, emosional, moral dan lain-lain pada lingkungan sosial, yang menjadi tujuan utamanya (primary goal), sedangkan kesiapan belajar (akademik) di sekolah adalah tujuan penyerta (nurturing goal) dari pendidikan anak usia dini (Dedi Supriadi, 2003:14).
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 Bab VI pasal 28 Pendidikan Anak Usia Dini dijelaskan sebagai berikut :
(1) pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal, (3) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, (4) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat, (5) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan Informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, (6) ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana di maksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Meskipun kondisi secara nasional sampai dengan saat ini, yakni akses dan kesempatan pendidikan bagi anak usia dini masih menunjukkan angka yang rendah, tetapi peran-peran lembaga masyarakat telah tumbuh melalui lahirnya beberapa lembaga pendidikan anak usia dini, baik pendidikan formal maupun nonformal.
Sebagian besar masyarakat masih menganggap pendidikan anak usia dini kurang penting dan hanya sebagai pelengkap, tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa pendidikan yang sesungguhnya baru dimulai sejak pendidikan dasar. Persepsi masyarakat yang kurang tepat ini menyebabkan rendahnya penghargaan terhadap profesi pendidikan anak usia dini. Pada sisi lain, taraf pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pendidikan anak usia dini juga umumnya masih cukup memprihatinkan, sehingga secara langsung berakibat terhadap rendahnya kualitas layanan pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan melalui jalur informal.
Penanganan anak perlu dilakukan secara holistik dan terpadu, hal ini dipertegas oleh kajian ilmiah dari sudut pandang medis dan neurologi, psikososiokultural, maupun dari sudut pandang edukatif.
Markam,S., Mayza,A., dan Pujiastuti, H (2003:51) yang menyoroti pendidikan anak usia dini dari segi medis dan neurologi, berangkat dari percobaan Harlow menarik kesimpulan sebagai berikut:
Bahwa betapa pentingnya menggendong, memeluk, menimang anak dalam pembentukan karakternya. Anak yang kurang atau tidak mendapat pengasuhan ibu yang baik dapat menjadi seorang yang agresif, mudah melakukan kekerasan. Fakta ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara gerakan, rasa kulit dan keseimbangan dengan emosi. Ini berarti adanya hubungan antara pusat fungsi-fungsi ini dalam otak yang terbentuk pada usia dini. Pada masa perkembangan anak usia dini, otak yang terbentuk pada usia dini. Pada masa perkembangan anak usia dini, otak harus mendapat perangsangan yang seimbang. Pemrograman yang salah atau kurang pada masa usia dini dapat berakibat buruk pada perilaku di masa dewasa.
Keluarga merupakan unit kesatuan sosial terkecil yang memiliki peranan sentral dalam membina anggota-anggotanya. Keluarga memiliki fungsi merawat dan melatih anak, menjaga dan mendidik anak- anak, sehingga pembinaan anak dalam keluarga merupakan refleksi dari tanggung jawab dan peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Kehidupan dalam keluarga merupakan salah satu kehidupan yang pertama yang dialami seorang anak. Anak dapat mengenal suatu situasi kehidupan untuk menemukan dan mengembangkan dirinya. Perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya di masa mendatang.
Perlakuan orang tua dalam mengasuh anak sangat mempengaruhi pembentukan perilaku anak, karena dari perlakuan orang tua ini mendapat kesan-kesan yang akan membentuk perilaku sosialnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hoffman (1970:130)
“…bahwa perlakuan orang tua dalam pengasuhan anak sangat menentukan perilaku anak menjadi prososial atau anti sosial”.
Menurut Hurlock (Syamsu Yusuf LN, 2000:49) pola perlakuan orang tua dalam membimbing anak dapat berbentuk “(1) terlalu melindungi (overprotection), (2) pembolehan (permissiveness), (3) penolakan (rejection), (4) penerimaan (acceptance), (5) dominasi (domination), (6) penyerahan (submission), (7) terlalu disiplin (overdiscipline)”.
Salah satu program pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal adalah kelompok bermain. Aspek-aspek pengembangan yang dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelompok bermain terdiri dari: “(1) pengembangan moral dan nilai-nilai agama, (2) pengembangan fisik, (3) pengembangan bahasa, (4) pengembangan kognitif, (5) pengembangan sosial emosional, dan (6) pengembangan seni” (Depdiknas, 2002:10). Dalam mengembangkan aspek-aspek tersebut cenderung anak dihadapkan pada masalah pribadi yang akan berdampak pada perilaku sosial.
Karakteristik perilaku sosial anak usia dini di Kelompok Bermain Aryandini tidak sama. Dalam kegiatan sehari-hari di kelompok bermain, tenaga pendidik direpotkan dengan perilaku sosial anak didiknya, hal ini disebabkan oleh perilaku sosial anak usia dini belum terbentuk secara optimal, seperti: ada anak yang marah karena alat belajarnya diambil oleh temannya, rebutan mainan, saling memukul, mencubit, mengejek, tidak mau menghargai temannya, tidak mau berbagi barang miliknya sesama teman, bahkan ada anak yang menangis karena diganggu oleh temannya. Beranjak dari masalah tersebut, peneliti tertarik dengan masalah perilaku sosial yang dilakukan oleh anak usia dini di kelompok bermain dengan merujuk kepada kajian teori yang relevan sesuai dengan tujuan penelitian.
Pola perilaku sosial anak menurut Hurlock (1980:118) yaitu : “ (1) meniru, (2) persaingan, (3) kerjasama, (4) simpati, (5) empati, (6) dukungan sosial, (7) membagi, (8) perilaku akrab”.
Perkembangan perilaku sosial anak usia dini di kelompok bermain sudah nampak, karena mereka sudah mulai berinteraksi dengan teman sebayanya. Apabila anak usia dini tersebut dibimbing dan diarahkan oleh tenaga pendidik dan orang tua secara terus-menerus dan sistematis maka anak tersebut dapat berkembang sesuai dengan tanda-tanda perkembangan. Tanda-tanda perkembangan perilaku sosial anak usia dini ada beberapa tahapan, yaitu: “(1) anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan kelompok bermain, (2) sedikit-demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan, (3) anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain. (4) anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya” ( Syamsu Yusuf LN, 2000:171).
Dilihat dari perilaku sosial anak tersebut diatas, maka pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu : “Perilaku yang nampak (overt behavior) seperti aktivitas motoris bermain, berbicara, bernyanyi, dan perilaku yang tidak nampak (covert behavior) seperti berpikir, bersikap, berniat” (Sarwono, 1999:10).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku sosial anak adalah lingkungan keluarga, seperti (ayah, ibu, kakek, nenek, saudara, dan pengasuh), Lingkungan kelompok bermain, seperti (tenaga pendidik, teman sebaya), Lingkungan masyarakat , seperti (tetangga baik orang dewasa maupun teman bermain) dan faktor yang mempengaruhi lainnya yaitu media elektronik dan cetak, seperti (televisi, surat kabar, majalah dan gambar).
Bimbingan yang dilakukan pada anak usia dini di kelompok bermain diintegrasikan dalam kegiatan proses pembelajaran melalui aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama, fisik, bahasa, kognitif, sosial emosional dan aspek pengembangan seni.
Bimbingan perilaku sosial anak usia dini adalah salah satu jenis layanan bimbingan sosial-pribadi yang berfungsi untuk membantu perkembangan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan diterima oleh kelompoknya.
Layanan bimbingan anak usia dini di kelompok bermain pada umumnya belum dilaksanakan secara khusus dan rutin, kegiatannya hanya bersifat kasuistik, artinya apabila ada masalah, baru di tangani. Penanganan masalah dilakukan oleh tenaga pendidik sekaligus berperan sebagai pembimbing.
Agar permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi anak usia dini di kelompok bermain dapat memenuhi tugas perkembangan secara optimal, maka perlu bimbingan dari orang tua dan tenaga pendidik secara berkesinambungan. Untuk mengetahui berbagai data dilapangan maka dalam penelitian ini, peneliti akan mencoba mengadakan penelitian tentang program bimbingan perilaku sosial anak usia dini di kelompok bermain, dalam rangka penyusunan tesis, sehingga dalam penelitian ini dapat mengembangkan suatu program layanan bimbingan perkembangan perilaku sosial anak usia dini di kelompok bermain.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar