BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dengan jelas menegaskan bahwa tujuan pemerintah Indonesia yang selanjutnya menjadi tujuan nasional adalah melindungi segenap kehidupan bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan Pemerintah tersebut secara khusus telah tergambar dalam Undang-undang Republik Indonesia No : 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 disebutkan bahwa,
Pendidikan nasional berfungsi megembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta betanggungjawab.
Selanjutnya pada Tap MPR No.IV 1999, tentang GBHN, Bab IV dijelaskan bahwa salah satu Arah Kebijakan Pembangunan Nasional di bidang Pendidikan (ayat
7) yaitu :
Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya.
Untuk mendapatkan manusia yang berkualitas, maka pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, seperti dikatakan oleh Fakry Gaffar (1987:2) bahwa :
Keberhasilan pembangunan itu sangat ditentukan oleh faktor manusia, dan manusia yang menentukan keberhasilan ini haruslah manusia yang mempunyai kemampuan membangun . Kemampuan membangun ini hanya dapat dibina melalui pendidikan.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, baik pemerintah maupun masyarakat berusaha menyelenggarakan pendidikan salah satu diantaranya ialah lembaga pendidikan yang diidentifikasikan sebagai Sekolah Dasar (SD).
SD merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar yang menyelenggarakan program pendidikan 6 tahun. Keberadaanya adalah sangat urgen bagi kepentingan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), sebab mulai pendidikan di SD seseorang dikembangkan untuk menguasai berbagai kemampuan dasar sebagai bekal dirinya bagi pendidikan selanjutnya.
Lembaga pendidikan SD apabila dilihat bangunan dan seperangkat sarana fisiknya semata-mata, barangkali merupakan hal yang tidak sulit untuk pengadaannya. Namun lembaga pendidikan ini tidak hanya terdiri dari bangunan dan seperangkat sarana fisik saja, melainkan terdapat hal yang amat vital harus ada di lembaga pendidikan ini adalah tenaga kependidikan, khususnya tenaga guru.
Mengenai peran pentingnya tenaga guru Brandt (Editor Dedi Supriadi
2001:262) mengatakan bahwa :
Guru merupakan kunci dalam peningkatn mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setip usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubaha-perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana hanya berarti apabila melibatkan guru.
Kemudian Mohamad Surya (2000) mengungkapkan “ Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogam muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru”. “No Teacher nn education, no education no economic and social development” demikian prinsip dasar yang diterapkan dalam pembangunan pendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya yaitu Ho Chi Minh.
Dari pernyataan di atas dapat diambil suatu makna bahwa ketersediaan guru yang cukup merupakan kunci utama dalam berlangsungnya proses belajar mengajar dengan baik pada setiap,lembaga pendidikan.
Selanjutnya Wardiman (1996:381) menjelaskan bahwa :” Kebutuhan tenaga guru di Indonesia akan cenderung meningkat sehubungan dengan program perluasan pendidikan, khususnya Pendidikan Dasar”. Salah satu faktor penyebab kekurangan guru SD menurut Wardiman (1996:382) adalah : “ persebaran penempatan guru yang tidak merata antar satu daerah dengan daerah lainnya”. Masalah ini dapat diatasi secara adminitrative dengan adanya rotasi atau mutasi guru dari daerah kelebihan ke daerah yang mengalami kekurangan . Namun bila pemecahan secara adminitrative
tidak memungkinkan, maka LPTK harus menghasilkan sejumlah lulusan guru SD
baru yang bisa ditempatkan di daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru.
Setelah diberlakukannya Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas 9 tahun) yang dimulai tahun 1994, dengan pemantapan kurikulumnya memberikan kontribusi terhadap bertambahnya kebutuhan tenaga guru. Dalam kaitan dengan kebutuhan tenaga guru untuk pendidikan SD dari aspek kuantitatif antara lain disebabkan oleh tingginya pertumbuhan populasi usia sekolah. Sehubungan hal tersebut Fakry Gaffar (1986:1) mengemukakan sebagai berikut :
Populasi usia sekolah yang melaju memberikan tekanan yang kuat agar sekolah kita meningkatkan daya tampungnya di atas kapasitas yang telah ditentukan. Karena itu enrolment pada setiap jenjang sekolah tampak membengkak dengan ditandai oleh berdesak-desaknya jumlah murid untuk tiap kelas.
Pendapat di atas memberikan gambaran seandainya usia sekolah menampakan gejala yang tinggi, maka sudah pasti suatu sekolah harus memikirkan jumlah populasi tersebut untuk diterima, yang menyebabkan kebutuhan tenaga guru harus dipikirkan agar semua populasi usia anak sekolah dapat tertampung dan proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik.
Sebagai bahan kajian ada sejumlah hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perencanaan tenaga kependidikan di berbagai jenjang sekolah maupun wilayah yang berbeda. Adapaun hasil penelitian sebgai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Efnil (2003) yang mengkaji tentang Analisis Perencanaan Tenaga Kependidikan guru SD di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Dari hasil penelitianya diperoleh gambaran sebagai berikut :
1). Dalam tahun 1998/1999 sampai tahun 2002/2003 pemerintah Kabupaten Kampar belum mampuh memenuhi kebutuhan tenaga guru SD; (2) Sampai akhir Agustus tahun 2002 pemerintah hanya mampuh memenuhi kebutuhan tenaga guru SD sebesar 89 % atau 3.502 orang dari jumlah keseluruhan guru yang dibutuhkan yaitu 3.934 orang, yang terdiri dari guru krelas 2.698 orang (88 %) dari kebutuhan
3.068; guru PAI 459 orang (106 %) dari kebutuhan 433 orang ( kelebihan); guru Penjaskes 344 orang ( 79 %) dari kebutuhan 433 orang;(3) Dalam kurun waktu yang sama terdapat penyebaran guru SD yang tidak merata pada setiap Kecamatan; (4) Proses dan prosedur yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan guru SD dalam kurun waktu 1998/1999 sampai tahun 2003/2003 adalah dengan mengangkat tenaga guru konrtrak SD serta adanya kebijakan merger (penggabungan beberapa SD);(5) Dari hasil proyeksi kebutuhan tenaga guru SD untuk tahun
2003/2004 sampai tahun 2007/2008 menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan kebutuhan tenaga guru SD rata-rata sebesar 3,83 % per tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Yoyon Bahtiar (2002) yang mengkaji tentang Sistem Perencanaan Pendidikan Guru Bidang Studi Non Pendidikan keagaman di Madrasah Tsanawiyah Negeri dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar di Kabupaten Sumedang. Berdasarkan hasil penelitiannya diperleh gambaran sebagai berikut :
Secara umum landasan filosofis pengadaan guru bidang studi non pendidikan keagamaan dinilai efktif. Perencanaan yang dilakukan oleh Departemen Agama Pusat maupun Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Sumedang dinilai cukup efektif.
Dilihat dari pelaksanaan penyediaan guru bidang studi non pendidikan keagamaan oleh Departemen Agama Pusat dinilai tidak efektif, sedangkan pelaksanaan di tingkat Madrasah Tsanawiyah Negeri Sumedang dinilai cukup efektif. Pengawasan berjalan cukup efektif, namun ada beberapa aspek yang harus mendapat perhatian diantaranya dalam penyelengaraan seleksi penyaringan pegawai baru, fihak Panitia Daerah harus lebih diberi kepercayaan untuk mengelola sendiri sejalan dengan digelindingkannya Otonomi Daerah. Sedangkan dilihat dari hasil belajar siswa bidang studi non pendidikan keagamaan dalam dua tahun terakhir, kurang begitu menggembirakan, terutama dalam perolehan NEM dan daya serap.
Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Iman Sayogyo (1998) yang mengkaji Perencanaan Pengadaan Guru Bidang Studi Umum di Madrasah Tsanawiyah Negeri dan Kaitannya dengan kualitas hasil belajar di MTsN Srono Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
Secara umum perencanaan guru bidang studi umum dapat dikatakan efektif. Perencanaan yang dilakukan Depag Pusat cukup efektif, akan tetapi perencanaan di MTsN Srono belum efektif, disebabkan terbatasnya biaya tersedia. Dilihat dari pelaksanaan penyediaan guru bidang studi umum yang dilakukan Depag dapat dinilai efektif, sedangakan pelaksanaan oleh pihak sekolah masih perlu pembinaan serius. Sementara itu, pengawasan berjalan baik dan masih ada aspek tertentu yang perlu mendapat perhatian serius. Sedangkan dilihat dari kualitas hasil belajar siswa dalam dua tahun terakhir cukup* menggembirakan , dimana angka NEM dan Raport termasuk bagus.
Dari ketiga hasil penelitian tadi yang pada konsep analisis kebutuhan tenaga guru pada prinsipnya hampir sama, namun yang berbeda adalah jenjang pendidikan, Bidang studi , departemen dan kewilayah yang obyeknya berbeda.
Di Wilayah Kota Bandung menurut pengamatan penulis, secara menyeluruh perkembangan pendidikan formal menunjukan tingkat keberhasilan yang berarti, sesuai dengan data Kota Bandung untuk SD yaitu : IPM tahun 1999 sebesar 70,7 dan dan APM tahun 2000/2001 sebesar 92,0% ( Renstra Propinsi Jawa Barat 2002 ). Ini menandakan bahwa semua pihak yang terkait baik pemerintah, orangtua dan masyarakat telah menyadari pentingnya pendidikan.. Perkembangan pendidikan tersebut dapat dilihat antara lain dari perkembangan sarana prasarana pendidikan, perkembangan populasi usia SD yang bersekolah dan lulusan yang melanjutkan ke SMP, peningkatan kualifikasi guru dan perkembangan siswa dari tahun ketahun terus meningkat.
Pelaksanaan pendidikan di era otonomi daerah didukung oleh berbagai komponen berupa : tenaga SDM (Guru, kepala Sekolah dan pegawai), sarana dan prasarana, kurikulum dan siswa serta masyarakkat sekitarnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menyoroti sumber daya manusia Guru di sekolah dasar, dimana kebijakan pemerintah di masa lalu dengan INPRES pada tahun 1974-1984 secara besar-besaran membangun sekolah dengan mengangkat gurunya.
Berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku seorang guru dibatasi masa tugasnya dengan usia maksimum 60 tahun, mutasi, promosi dan meninggal dunia, sehingga pada suatu saat diprediksikan mulai tahun 2005 akan mengakhiri tugas
sebagai guru dan terjadi secara bersamaan dikarenakan pengangkatan yang sama waktunya dan menurut Surya tahun 2015 sekitar 1,2 juta guru akan pensiun ( Seminar Nasional di UPI Bandung pada tanggal 31 Mei 2004 ). Pada kesempatan lain Surya menyatakan “ Pensiun sejuta Guru bakal jadi bencana pad tahun 2011, kekurangan tenaga guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan karena sampai saat ini terjadi kekurangan 400.000 guru pegawai negeri sipil (PNS)” ( H.U Pikiran Rakyat 14
Oktober 2004) Di samping itu juga dalam beberapa tahun terakhir di wilayah Kecamatan Ujungberung Kota Bandung terdapat tiga Sekolah Dasar yang digabungkan ( merger ), sehingga pada tahun 2004 terdapat 32 Sekolah Dasar Negeri. Sementara ini Evi S Kabag Tata Usaha Disdik Kota Bandung mengatakan :
Guru PNS yang ada di Kota Bandung saat ini berjumlah 15.600 orang sedangkan guru bantu 1.750 orang. Kota Bandung masih kekurangan guru 2.581 orang terdiri dari guru TK ( kekurangan 132 orang ), SD ( kekurangan 1.715 orang ), SMP ( kekurangan 180 orang ), SMA ( kekurangan 235 orang), dan SMK ( kekurangan 319 orang ) ( H.U Pikiran Rakyat 9 Oktober 2004 ).
Pada bagian lain antara kebutuhan SDM Guru SD yang diperlukan tidak sebanding dengan kemampuan Pemerintah dalam merekrut hanya 116 orang CPNS dan 150 Guru Bantu ( H.U Pikiran Rakyat 20 Oktober 2004). Berdasarkan kondisi ini antara kebutuhan dan penerimaan Guru SD semakin tidak seimbang, artinya semakin kedepan semakin banyak kekurangan nya.
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis perencanaan kebutuhan tenaga guru SD untuk jangka waktu selama 5 tahun (jangka menengah) pada tahun 2010. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui kondisi kebutuhan guru SD akan terjadi kelebihan atau kekurangan dan bagaimana solusi perekrutan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan sekolah agar tuntutan guru dapat terpenuhi menurut standar pelayanan minimal (SPM).
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar