BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Visi Pendidikan Menengah Kejuruan sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh untuk menghadapi persaingan bebas. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, Pendidikan Menengah Kejuruan menempuh langkah-langkah kebijakan yang mengarah kepada kemampuan untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan bebas melalui visi pendidikan menengah kejuruan, yaitu terwujudnya lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan yang berstandar internasional dan nasional.
Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam visi tersebut, misi yang diemban Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1994:11) adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan sistem pendidikan menengah kejuruan yang
permeable dan fleksibel.
b. Mengembangkan sistem pendidikan menengah kejuruan yang
berintegrasi antara jalur pendidikan sekolah dengan luar sekolah berwawasan mutu dan keunggulan, sesuai tuntutan kebutuhan pasar kerja.
c. Memberdayakan sekolah dalam rangka mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat.
d. Mengembangkan ilmu belajar berwawasan global yang berakar
pada norma dan nilai budaya bangsa Indonesia.
Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa dan mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta pengembangan sikap professional. Makna yang tersirat dari rumusan tersebut sekolah kejuruan hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut :
1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja.
2. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan
pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja.
3. Hubungan yang erat dengan Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI)
merupakan kunci sukses dunia pendidikan kejuruan.
4. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi.
5. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas sebagai objek latihan untuk memperoleh keterampilan. (Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan, 1994:15)
Hal senada diungkapkan oleh Djojonegoro (1993:37), bahwa karakteristik pendidikan kejuruan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan kejuaruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja.
2) Pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand driven hands-on experience”.
3) Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek.
4) Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional lebih besar dari pada pendidikan umum.
Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan di atas menunjukkan bahwa tranformasi pendidikan kejuruan harus merupakan replika dunia kerja, sehingga pencapaian keterampilan, kebiasaan berfikir dan etos kerja dapat terbentuk sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Pernyataan di atas mengandung makna, bahwa dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi para siswa di sekolah kejuruan memerlukan latihan keterampilan dimana situasi belajar harus merupakan simulasi tuntutan pekerjaan lapangan atau melaksanakan pekerjaan produksi untuk di pasarkan dan layanan jasa bagi konsumen.
Pandangan tersebut sejalan dengan karakteristik pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah kejuruan yakni proses belajar yang harus dilaksanakan di sekolah melalui pembelajaran teori di ruang kelas, praktek di lapangan atau di ruang workshop milik sekolah, serta mengembangkan praktek kerja yang dilakukan di industri.
Agar kegiatan praktek di workshop sekolah dapat berjalan dengan baik, maka elemen-elemen pendukungnya harus tersedia secara memadai. Dari sekian banyak elemen pendukung tersebut, maka fasilitas praktek dan instruktur merupakan salah satu elemen penting yang harus dipersiapkan oleh pihak penyelenggara pendidikan, dalam hal ini sekolah.
Fasilitas praktek dalam proses pembelajaran adalah salah satu faktor penting, karena berperan sebagai instrumental input dalam pendidikan memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Fasilitas praktek mampu memperjelas kebutuhan peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusyan, Kusnidar dan Arifin (Irine, 2006:54) “Kegiatan belajar akan berjalan dalam proses yang terarah dan mencapai tujuannya, jika dalam proses belajar mengajar itu tersedia berbagai fasilitas yang diperlukan oleh instruktur”.
Ketika fasilitas praktek telah tersedia, maka elemen lain yang memberikan peranan penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar adalah keberadaan guru/instruktur yang akan melaksanakan perannya untuk mendidik, mengajar dan melatih para peserta didik sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Peranan instruktur ini sangat sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Zahara Idris dan Lisman Jaman (1995:36) yang dikutip oleh Yayan Rusliana bahwa :
Secara umum dapat disebutkan bahwa pendidik/instruktur mempunyai peranan sebagai berikut :
1) Sebagai komunikator. Maksudnya instruktur itu berfungsi mengajarkan ilmu dan keterampilan kepada peserta didik.
2) Sebagai fasilitator. Maksudnya instruktur itu berfungsi sebagai
pelancar proses belajar.
3) Sebagai motivator. Maksudnya instruktur itu berperan untuk
menimbulkan minat dan semangat kerja peserta didik secara terus menerus.
4) Sebagai administrator. Maksudnya instruktur itu berfungsi melaksanakan tugas-tugas yang bersifat administratif, misalnya
melaksanakan administrasi workshop.
5) Sebagai konselor. Maksudnya instruktur itu berfungsi untuk
membimbing peserta didik yang mengalami kesulitas, khususnya dalam pelaksanaan praktek.
Proses belajar yang harus dilaksanakan di sekolah melalui pembelajaran teori di ruang kelas, praktek di lapangan atau di ruang workshop milik sekolah akan dilanjutkan dengan kegiatan mengembangkan praktek kerja nyata yang dilakukan di DU/DI sebagai institusi pasangan sekolah.
Program diatur sedemikian rupa sehingga relevansi dan kesinambungan proses belajar dapat dipelihara. Praktek di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) selanjutnya dikembangkan menjadi program Praktek Kerja Industri (Prakerin).
Pelaksanaan Prakerin di Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang keahlian yang relevan untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu. (Depdikbud, 1993:7).
Fokus utama pada pendidikan menengah kejuruan adalah program penguasaan keterampilan dan keahlian yang diperoleh dari hasil pengalaman belajar praktek langsung pada bidang pekerjaan tertentu yang relevan, yang diselenggarakan atas kerjasama antara pihak sekolah dengan indutri pasangan, seperti dijelaskan dalam tujuan Pendidikan Sistem Ganda atau Prakerin (MPKN, 1996:7-8) yaitu :
1) Menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan.
2) Memperkokoh link and match antara SMK dan dunia kerja.
3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas.
4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.
Praktek Kerja Industri (Prakerin) dilaksanakan agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang telah di dapat di workshop sekolah dengan dunia kerja yang nyata yaitu yang berada di dunia industri. Ketersediaan fasilitas praktek di DU/DI yang dianggap lebih memadai dibandingkan dengan ketersediaan fasilitas praktek yang ada di workshop sekolah, merupakan kesempatan yang baik untuk para peserta didik agar dapat memanfaatkan fasilitas praktek tersebut dengan seoptimal mungkin.
Disamping itu untuk dapat mencapai efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan peserta didik yang diharapkan dapat memiliki keahlian vocational dapat terlaksana, maka dapat memanfaatkan pula tenaga instruktur profesional yang dimiliki oleh pihak DU/DI yang merupakan seorang instruktur yang memahami dan menguasai materi yang akan disampaikannya. Seperti diungkapkan oleh Moh. Uzer Usman (2002:9) bahwa :
Melalui perannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar/pelatih, instruktur hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran atau pelatihan yang akan diajarkannya, senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh peserta didik.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar