BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi memegang peranan penting
dalam akitivitas manusia, baik transportasi udara, laut maupun
darat. Kepadatan lalu-lintas alat transportasi berkaitan erat dengan
jumlah penduduk dan ketersediaan sarana-prasarana. Lalu lintas dan
angkutan jalan raya sebagai bagian dari sistem transportasi menempati
posisi vital dan strategis dalam pembangunan nasional.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam industri
otomotif begitu pesat, sehingga laju pertambahan kendaraan juga
meningkat dengan cepat yang mengakibatkan transportasi manusia dan
barang dari suatu tempat ke tempat lain menjadi mudah dan cepat. Dalam
kondisi ini persaingan di sektor transportasi menjadi semakin ketat dan
untuk memenangkan persaingan diperlukan sumber daya manusia pekerja di
sektor transportasi yang sehat dan produktif (Eryus AK.,2001:2).
Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor
yang digunakan per satuan waktu pada wilayah tertentu, semakin tinggi
pencemaran udara. Pada tahun 2005 jumlah kendaraan bermotor di Jateng
sekitar 3,8 juta unit yang terdiri dari sepeda motor mencapai 70
persen, sedangkan mobil 30 persen, bahkan jumlahnya tahun 2006 bakal
bertambah lagi (www.kompas.com).
Para ahli memperkirakan sekitar
60-80% penduduk perkotaan di dunia menghirup udara yang kualitasnya
buruk bagi kesehatan atau setidaknya dengan kadar polutan mendekati
Nilai Ambang Batas. Seorang pengemudi bus umum tidak terlepas dari
keterpaparan oleh zat kimia, baik dari sumber yang bersifat internal
(dalam kendaraan) maupun eksternal (luar kendaraan). Beberapa bahan
pencemaran yang dikenal seperti gas Karbon Monoksida (CO), Timbal (Pb),
Ozon (O3), Nitrogen Oksida (NOX), Belerang Oksida (SOX), radikal bebas
dan debu (Dadi S, 2003:9). Begitu pula bagi seorang tukang ojek
yang keseharian pekerjannya berhubungan langsung jalan raya, tentunya
juga tidak terlepas dari keterpaparan oleh zat-zat kimia pencemar
tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan N0.
23 tahun 1992 pada bagian lima kesehatan lingkungan pasal 22 menyebutkan
kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat. Kesehatan Lingkungan dilaksanakan terhadap
tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan
umum dan lingkungan lainnya yang meliputi penyehatan air, udara,
pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan
kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan pengadaan atau pengamanan
lainnya (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia, 1992:17)
Berdasarkan laporan pengujian
kualitas udara ambien di Kabupaten Semarang tahun 2003 yang
dilakukan oleh Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Kabupaten Semarang dengan lokasi di depan Pasar Bandarjo Ungaran
didapatkan hasil analisa untuk parameter Sulfur dioksida
(SO2) 75,11μg/Nm2, Nitrogen oksida (NO2) 49,19μg/Nm2, Karbon monoksida
(Co) 7,72 μg/Nm2, Floating/debu (PM10) 71,67 μg/Nm2. Dari hasil
pengujian dan pengukuran parameter kualitas udara ambien di
lokasi tersebut dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien sesuai
dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2001 dapat
disimpulkan bahwa parameter yang diuji di lokasi tersebut masih dibawah
Baku Mutu Udara Ambien. Dampak pencemaran udara terhadap kehidupan
manusia biasanya dirasakan dalam waktu relatif lebih lama. Salah satu
dampak pencemaran udara ini adalah munculnya gangguan sistem
pernafasan pada manusia (Karden Eddy Sontang Manik, 2003:18).
Seiring pertambahan umur, kapasitas
paru-paru akan menurun. Kapasitas paru orang berumur 30 tahun ke atas
rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada mereka yang berusia 50-an
tentu kurang dari 3.000 ml. Kapasitas paru-paru yang sehat pada
laki-laki dewasa bisa mencapai 4.500 ml sampai 5.000 ml atau 4,5 sampai
5 liter udara. Sementara itu, pada perempuan, kemampuannya sekitar 3
hingga 4 liter (Tjandra Yoga Aditama, Kompas.co.id:2005)
Perubahan struktur, fungsi saluran nafas
dan jaringan paru-paru dapat juga disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Perubahan pada saluran nafas besar yaitu sel mukosa membesar
(hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia) sedangkan
pada saluran nafas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan
akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Perubahan pada jaringan
paru-paru yaitu terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan
alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada perokok
akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala
klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit
obstruksi paru menahun (PPOM). Dikatakan merokok merupakan
penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru,
bronkitis kronis, dan asma (Hans Tandra, Kompas.Com:2001).
Agar fungsi pernafasan menjadi baik,
berolahraga merupakan cara yang sangat baik untuk meningkatkan
ventilasi fungsi paru. Olahraga merangsang pernafasan yang dalam dan
menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak masuk dan disalurkan ke
dalam darah, karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seseorang yang
sehat berusia 50 tahun keatas yang berolahraga teratur mempunyai volume
oksigen 20-30% lebih besar daripada orang berusia muda yang tidak
berolahraga (M. Arifin Nawas, Sinar harapan.com:2005).
Tukang ojek bekerja dengan waktu yang
tidak tentu bisa mulai pagi hari, siang hari, bahkan sampai malam hari.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11, 13
dan 15 November 2006 pada 4 pangkalan ojek di alun-alun Ungaran
Kabupaten Semarang, 46% dari 50 orang tukang ojek mempunyai
penyakit pernafasan, dengan prevalensi tertinggi 86,96% untuk
penyakit batuk, 4,35% untuk masing-masing penyakit batuk dan nyeri dada,
batuk dan sesak dada, TBC dan asma. Sarana pelayanan kesehatan
yang banyak dimanfaatkan oleh tukang ojek adalah Puskesmas (47,83%),
Rumah Sakit/BP4 (17,39%), Dokter (4,35%), Dokter/Puskesmas (4,35%) dan
30,43% tukang ojek tidak memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan
yang ada apabila mereka sedang sakit, hal ini menunjukkan bahwa masih
rendahnya kesadaran tukang ojek terhadap kesehatan dirinya sendiri.
72% tukang ojek memanfaatkan waktu sengganggangnya sambil
menunggu penumpang dengan menghisap rokok. Berdasarkan masa
kerja tukang ojek, 64% bekerja kurang dari 6 tahun, 18% bekerja
antara 6-10 tahun dan 18% bekerja lebih dari 10 tahun. Kondisi
Lingkungan, beban kerja tambahan dan kapasitas kerja yang berhubungan
dengan pekerjaan tukang ojek dapat mempengaruhi kesehatan
terutama gangguan pernapasan.
Berdasarkan kenyataan di atas
peneliti ingin meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
kapasitas vital paru tukang ojek di Alun-alun Ungaran Kabupaten
Semarang pada bulan Maret tahun 2007.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar