I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang berakal. Dengan adanya akal manusia akan
dapat berpikir. Proses berpikir biasanya bertolak dari pengamatan indera atau
observasi empirik. Proses itu dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian
dan sekaligus keputusan atau simpulan. Kegiatan berpikir itu sendiri sangat
diperlukan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa tersebut. Kegiatan
berpikir yang logis harus diikuti bahasa yang logis pula, agar informasi yang
disampaikan penutur dapat tersampaikan secara logis pula.
Salah satu fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah sebagai
sarana pengembangan penalaran (Depdikbud, 1995: 1). Selain itu, dikatakan pula
bahwa salah satu tujuan pengajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa dapat
mengungkapkan suatu hal secara jelas dan logis serta sistematis sesuai dengan
konteks dan situasi di berbagai bentuk dan ragam bahasa (Depdikbud, 1995: 2).
Oleh sebab itu, seorang guru atau pengajar harus mampu mengembangkan kemampuan
berlogika peserta didik melalui proses belajar mengajar.
Untuk melatih kegiatan berlogika siswa yaitu dengan menerapkan keterampilan
berbahasa, yang meliputi keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut merupakan satu kesatuan
dalam keterampilan berbahasa dan dapat digunakan oleh pengajar atau guru dalam
mengarahkan serta mempertajam kepekaan penalaran siswa. Siswa tidak hanya
diharapkan mampu menerima dan memahami informasi yang disampaikan secara lisan
maupun tulisan tetapi siswa juga harus mampu mengungkapkan kembali informasi
yang didapat tersebut baik secara lisan maupun tulisan.
Seorang siswa harus mampu menarik simpulan dari informasi yang disampaikan,
karena simpulan merupakan pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan
premis-premis (Poespoprodjo dan Gilarso, 2006: 122). Hal tersebut dapat diuji
melalui penyimpulan dalam logika. Terdapat dua jenis penyimpulan yaitu,
(1) penyimpulan langsung, dan (2) penyimpulan tidak langsung (Poespoprodjo dan
Gilarso, 2006: 124). Kedua jenis penyimpulan itu masih terdapat aspek-aspek,
yaitu ekuivalensi, pembalikan, perlawanan, generalisasi, analogi, sebab akibat,
akibat sebab, silogisme kategorik, silogisme hipotetik, dan silogisme
alternatif.
Belajar logika adalah belajar metode dan prinsip menilai penalaran/argumen,
baik penalaran dari diri sendiri maupun orang lain (Karomani, 2009: 17). Oleh
karena itu, dengan belajar berlogika diharapkan agar dapat berpikir secara
kritis, tidak mudah mengambil keputusan untuk terburu-buru menerima pendapat
orang lain. Apabila kita telah mempelajari logika, maka kita dapat menimbang
kelogisan suatu pendapat sebelum kita terima ke dalam pikiran kita. Dengan
penelitian ini, penulis mengharapkan agar siswa dapat lebih berpikir
kritis dalam menerima pendapat dari orang lain. Selain itu aspek dalam
berlogika ini adalah mengenai penyimpulan. Berdasarkan penelitian ini
diharapkan pula agar siswa dapat menarik simpulan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis beranggapan bahwa tingkat kemampuan
penalaran atau logika siswa sangat menunjang proses belajar Bahasa dan Sastra
Indonesia yang dikaitkan dengan fungsi dan tujuan pelajaran Bahasa Indonesia,
yaitu sebagai salah satu sarana pengembangan penalaran.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia tidak akan pernah terlepas
dari kegiatan berpikir. Apapun kegiatan yang kita lakukan didasarkan atas
pemikiran dan apa yang telah kita lakukan dalam berpikir kita dapat menarik
sebuah simpulan. Karena, siswa juga dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas
dari kegiatan berpikir maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kemampuan berlogika pada siswa SMA yaitu siswa SMA Persada
Bandarlampung yang dijadikan untuk tempat penelitian. Penulis memilih subjek
penelitiannya pada siswa kelas XI, karena penelitian ini didasarkan pada
silabus KTSP dengan standar kompetensi membaca yaitu memahami ragam wacana
tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring. Sedangkan dalam kompetensi
dasarnya adalah menemukan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan
membaca (Silabus SMA, 2009: 21).
Penelitian tentang kemampuan berlogika pernah dilakukan oleh Ahmad Risdi
dengan judul penelitian “Hubungan Kemampuan Mengarang Argumentasi dengan
Kemampuan Berlogika Siswa Kelas II SMA Negeri 3 Kotabumi Tahun Pelajaran
1997/1998”. Pada penelitian Ahmad Risdi kemampuan berlogika siswa tegolong baik.
Selain itu pernah juga dilakukan oleh Nurlaila Sari dengan judul “Kemampuan
Belogika Siswa Kelas II Semester 2 SMA Negeri 4 Bandarlampung Tahun Pelajaran
2002/2003”. Perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian
terdahulu adalah, jika Ahmad Risdi terdapat hubungan antara kemampuan mengarang
argumentasi dengan berlogika, dan yang dilakukan oleh Nurlaila Sri adalah hanya
meneliti kemampuan berlogika saja. Untuk itu penulis melakukan penelitian ini
kembali mengenai berlogika. Namun, penulis lebih memfokuskan dalam aspek
penarikan simpulan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa
SMA Persada Bandarlampung dalam berlogika. Penulis merumuskan judul penelitian
yaitu “Kemampuan penarikan simpulan dalam berlogika siswa kelas XI semester 2
SMA Persada Bandarlampung tahun Pelajaran 2009/2010”.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar