Karena kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman.
Memasuki abab ke-21 ini, keadaan S.D.M kita ini sangat tidak kompetitif. Menrut catatan hukum Development Report Tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Indeks) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada di urutan 112. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28). Organisasi Internasioal yang juga menguatkan hal itu International Education Archieviement (IEA) melaporkan bahwa
kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara yang disurvei, sementara itu Third Matematichs and Sience Study (TiMSS) lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan siswa SMP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada pada urutan 32 dari 38 negara. Jadi keadaan pendidikan negara kita memang sangat memprihatinkan, sehingga pendidikan harus menjadi kebutuhan utama dan menjadi posisi sentral dalam upaya-upaya menata pembangunan bangsa.
Berbicara tentang mutu pendidikan sebenarnya erat berkaitan dengan bagaimana proses pembelajaran harus diselenggarakan, sengaja disini menggunakan kata pembelajaran bukan dari mengajar. Kata mengajar atau pengajaran lebih cenderung diartikan sebagai kegiatan seorang guru yang sedang menyampaikan pembelajaran atau mengajar sekelompok siswa di kelas atau guru sedang mentransfer pengetahuannya kepada siswa, sehingga peran guru dalam mengajar sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan belajar siswa. Harus diakui bahwa selama dekade ini proses pembelajaran di Indonesia masih didominasi pandangan bahwa pengetahuan adalah seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal dan guru sebagai narasumber pembelajaran, metode ceramalah yang menjadi pilihan satu-satunya dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan tapi tidak pemahaman atau pengertian yang mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Apabila proses pembelajaran yang telah digambarkan di atas, maka guru akan mengalami kesulitan dan tidak mempunyai waktu untuk melihat faktor-faktor yang menghambat siswa untuk belajar memahami apakah materi yang dibahas sudah diketahui siswa atau belum, guru sibuk dengan dirinya sendiri untuk mentransfer ilmu pengetahuannya kepada siswa; dengan demikian siswa tidak mendapatkan sumber-sumber yang relevan yang dapat memperkaya pemahaman siswa.
Untuk mencegah terjadinya proses pembelajaran yang demikian maka secepat mungkin sejak dini istilah mengajar (teaching) diganti dengan pembelajaran (instruction). Pengertian pembelajaran adalah “upaya untuk membelajarkan siswa“ (Degeng, 1990). Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan dan terkontrol. Lebih lanjut Degeng (1990: 3) mengemukakan bahwa ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya pembelajaran.
Belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru sekadar pembimbing dan pengarah (John Dewey 1916; Davis 1937; 31) dan pembelajaran sebenarnya adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi (Gagne, Briggs dan Wagner (1993, hlm 3-11) menyatakan bahwa proses belajar sesorang dapat dipengaruhi oleh faktor interval peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal yaitu pengaturan kondisi belajar.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar