Konsep pola asuh otoriter menurut Gunarsa (1991:114) adalah merupakan cara didikan orang tua/guru yang dilakukan dengan mem-beri perintah secara paksa, dimana orang tua/guru menentukan aturan-aturan/kepatuhan-kepatuhan yang ada. Orang tua/guru sebagai peme-gang kekuasaan, dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengemuka-kan pendapatnya walau akhirnya orang tua/guru memperbolehkan anak mengemukakan pendapatnyatetapi pendapat anak itu tidak diikutsertakan, orang tua/guru tetap sebagai pemegang kendali.
Pola asuh orang tua/guru merupakan pola interaksi orang tua/guru dengan anak remajanya yang berkaitan dengan perkembangan pribadi remaja yang meliputi cara pemberian kasih sayang dan pendidikan remaja. Dengan kata lain orang tua/guru merupakan model bagi perilaku remaja. Orang tua/guru dapat membentuk perilaku remaja dengan cara memberi contoh melalui perilakunya, mendorong remaja untuk berbuat sesuatu yang baik, menunjukkan kepada remajanya bagaimana cara bertindak berkenaan dengan pola asuh orang tua/guru yang terjadi dan salah satunya akan terlihat dalam suatu keluarga, ketiga pola asuh yang dimaksud adalah pola asuh otoriter, bebas, demokratis. Penggolongan ini sesuai dengan sifat dan titik berat orang tua /guru dalam berinteraksi dengan anak remajanya.
Selama ini pembelajaran dalam arti luas lebih bersifat konseptual, guru lebih menekankan konsep-konsep tertentu dalam pembelajaran teta-pi mengesampingkan pola asuh yang justru sangat penting bagi anak atau siswa. Sedangkan strategi, metode, dan teknik lebih bersifat operasional (Winataputra, 1994:125). Padahal strategi yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di sekolah merupakan salah satu hal yang penting pula di samping pola asuh, karena kemampuan memilih dan mengguna-kan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajarannya dapat mempermudah siswa dalam menerima dan memahami materi yang
diberikan.
Pemilihan metode pola asuh, pemilihan penggunaan media dalam proses pembelajaran sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan riil dari siswa yang diajar. Penggunaan komputer misalnya, harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi siswa apabila sekolah tidak mampu mem-biayainya, mengingat penggunaan media ini memerlukan biaya yang rela-tif lebih mahal apabila dibandingkan dengan media gambar misalnya. Demikian pula sebaliknya belum tentu penggunaan media yang mahal mampu meningkatkan daya serap atau kualitas anak didik. Hal ini sering-kali tidak disadari oleh kaum pendidik atau guru yang terkadang ada kesan memaksakan diri untuk menggunakan media tertentu.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia dalam segala hal selalu berusaha mencari efisiensi-efisiensi kerja dengan jalan memilih dan menggunakan suatu pendekatan yang dianggap terbaik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Demikian pula halnya dalam bidang pengajaran di sekolah, guru selalu berusaha memilih pendekatan pembelajaran yang setepat-tepatnya, yang dipandang lebih efektif sehingga kecakapan dan pengetahuan dapat dikuasai siswa dengan baik. Sebanyak apapun pendekatan pembelajaran yang akan mungkin digunakan oleh sekolah ha-rus melalui proses pemikiran yang hati-hati dan cermat sehingga efektifitas pengajaran dapat dicapai dengan tetap mempertimbangkan prinsip efisiensi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa gaya belajar mempengaruhi motivasi belajar siswa. Tentu saja setelah memperhatikan variabel lain yang dimiliki anak didik. Sikap dan perilaku, latar belakang dan sebagainya walaupun hal ini turut mempengaruhi motivasi belajar, namun harus diakui bahwa gaya belajar juga berperan banyak dalam menentukan mo-tivasi belajar anak didik.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar